Dikritik Jadi Capres, Ini Tanggapan Jokowi

Selasa, 18 Maret 2014
VIVAnews - Pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, sebagai presiden pada pemilihan presiden 2014 menuai pro kontra. Banyak yang mendukung, tidak sedikit juga yang menolak. [Baca Blusukan ke Sekolah, Jokowi Diminta Siswi SMP Jangan Nyapres].

Alasannya, masa bakti Jokowi sebagai gubernur belum berakhir, sebagaimana janjinya untuk menuntaskan kerja hingga lima tahun saat kampanye pilkada DKI dihelat.

Menanggapi itu, Jokowi mengaku tidak akan ambil pusing terhadap pihak-pihak yang tidak mendukung pencalonannya. Menurut dia, pro kontra di alam demokrasi adalah biasa.

"Ini kan negara demokratis, mau mendukung silakan, tidak mendukung juga silakan," kata Jokowi di Jakarta Timur, Selasa, 18 Maret 2014.

Terkait banyak orang dari partai lain yang "menyerang", pria asal Solo itu mengaku tidak akan memikirkannya berat-berat. Karena, menurut mantan wali kota Solo itu, senang atau tidak senang kepada seseorang itu adalah hak pribadi masing-masing.

"Mau senang sama saya silakan, tidak senang silakan. Tidak usah dipikir berat-berat," tutur Jokowi.

Jumat, 14 Maret 2014, Jokowi siap maju menjadi capres dari PDI Perjuangan. Jokowi mendapatkan mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Seokarnoputri. Keputusan ini mendapat banyak dukungan. Tapi, tidak sedikit yang mengkritik.

Kritikan itu salah satunya datang dari anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) AM Fatwa. Mantan wakil ketua MPR itu menilai, Jokowi belum layak memimpin Indonesia.

Bahkan, Fatwa mengirim surat terbuka untuk Jokowi. "Saya kirim 'surat cinta' buat Jokowi. Ini kritik terbuka saya buat dia. Saya melihat kapasitas Jokowi masih belum mumpuni," kata AM Fatwa. [Baca selengkapnya "Surat Cinta" AM Fatwa untuk Jokowi].

Harus perhatikan Jakarta
Pengamat politik Yudi Latief menilai, PDI Perjuangan mengusung Jokowi sebagai capres karena alasan kemaslahatan bersama. Namun, jika terpilih sebagai presiden, Jokowi tidak boleh serta merta meninggalkan persoalan di Jakarta.

"Jokowi harus tetap bertanggung jawab membangun Jakarta. (Jika) Dia diangkat jadi kepala negara (harus) dengan komitmen tersebut," kata Yudi.

Direktur Eksekutif Reform Institute itu menegaskan bahwa Jokowi tidak harus mundur dari gubernur, walaupun sekarang menjadi capres. Dia merujuk pada sejumlah kepala daerah yang tidak mundur, meskipun mereka maju dalam kontestasi politik tertentu.

"Gubernur Sumatera Selatan (Alex Noerdin), calon di Jakarta," ujarnya.

Terkait posisi Jokowi yang juga menjadi juru kampanye partai, pria kelahiran Sukabumi, 26 Agustus 1964 itu menyarankan yang bersangkutan untuk mengajukan cuti ke Kementerian Dalam Negeri.

Yudi membandingkan dengan menteri-menteri yang punya kewajiban dalam lingkup nasional pun cuti dan meninggalkan kewajiban. Sementara itu, Jokowi hanya bertanggung jawab di DKI.

"Dia hanya Sabtu-Minggu. Jadi, tak ganggu tanggung jawab sebagai gubernur," ucapnya. (art)

0 komentar:

Posting Komentar