Sebelum membahas perumusan
metode pembelajaran kelas bilingual, maka kiranya perlu penulis jelaskan
terlebih dahulu kronologis atau latar belakang penyelenggaraan program kelas
bilingual. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan
di hampir semua aspek kehidupan yang menuntut adanya sistem mutu yang berskala
Internasional dan telah memunculkan persaingan yang sangat ketat antar bangsa.
H.A.R. Tilaar mengatakan salah tuntutan di dalam perubahan global tersebut
adalah harus memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat bersaing dan
bekerja sama dengan bangsa bangsa lain. Tuntutan tersebut telah membawa
konsekuensi serta dampak terhadap pemerintah dan dunia pendidikan. Oleh karena
itu, perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan,
diharapkan dapat mempersiapkan para mahasiswa/mahasiswinya siap bersaing, berperan
aktif, efektif dan cerdas menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Salah satu alternatif yang dianggap mampu menghadapi tantangan tersebut
adalah implementasi program kelas bilingual atau kelas dengan dua pengantar
bahasa yaitu bahasa arab dan bahasa Inggris. Khususnya dalam sistem
pembelajaran di Skolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Purwokerto, telah
menerapkan sebuah program kelas bilingual. Yang mana program ini baru diadakan
pada tahun 2011 ini.
STAIN Purwokerto
mengelompokkan tiga kelas bilingual, yaitu bagi mahasiwa/mahasiswi jurusan
Tarbiyah prodi PAI 1 (Pendidikan Agama Islam 1), PBA 1 (Pendidikan Bahasa Arab
1), dan mahasiswa/mahasiswi jurusan Syari’ah prodi EI 1 (Ekonomi Islam 1). Yang
mana mereka diformalkan menerima pembelajaran dalam perkuliahan dengan
pengantar bahasa arab dan inggris. Lain halnya dengan mahasiswa/mahasiswi yang
tidak tersebut dalam jurusan dan prodi diatas, mereka menerima pembelajaran
dalam perkuliahan hanya dengan pengantar bahasa indonesia saja.
Mahasiswa/mahasiswi yang ditempatkan pada kelas bilingual, adalah ketentuan
dari para dosen berdasarkan nilai ujian masuk STAIN dan nilai UAN mereka di
SMA/SMK/MA. Tentunya bagi mereka yang memasuki kelas bilingual adalah
mereka-mereka yang unggul dalam kemampuan berbahasa arab dan inggris. Dan
mereka mempunyai nilai tambah tersendiri bagi para dosen dan para
mahasiswa/mahasiswi lain yang non bilingual. Maka dari itu, bagi mereka yang
masuk dalam kelas bilingual adalah mahasiswa/mahasiswi yang “Jempol”.
Namun dalam
kenyataannya, mereka yang masuk dalam kelas bilingual rata-rata memiliki
kemampuan berbahasa yang tidak 100%. Dalam artian, ketika ada
mahasiswa/mahasiswi yang unggul dalam berbahasa inggris, ternyata dia pincang
dalam berbahasa arab. Dan rata-rata mereka yang unggul dalam bahasa inggris
ini, kebanyakan mereka yang lulusan dari SMA/SMK. Begitu pula sebaliknya, ketika
ada mahasiswa/mahasiswi yang unggul dalam berbahasa arab, ternyata dia pincang
dalam berbahasa inggris. Dan rata-rata mereka yang unggul dalam bahasa arab
ini, kebanyakan mereka yang lulusan dari MA/Pondok Pesantren. Namun ada pula yang
unggul dalam penggunaan kedua bahasa tersebut, kebanyakan dari mereka yang
lulusan Pondok Pesantren Modern, seperti Gontor, Assalam, Ta’mirul Islam, dan
lain-lain. Tentu sangat sulit dan menjadi sebuah beban tersendiri bagi
mahasiswa/mahasiswi yang masih pincang dalam penggunaan salah satu bahasa
tersebut. Contoh riilnya, ketika ada dosen memberikan materi kuliah yang
pengantarnya menggunakan bahasa arab (Akhlak Tasawuf pada prodi PAI 1), bagi
mereka yang masih pincang dalam bahasa arab, sangat sulit menerima dan memahami
materi yang dosen berikan. Dan ketika ada dosen memberikan materi kuliah yang
pengantarnya menggunakan bahasa inggris (‘Ulumul Qur’an dan Logika pada prodi
PAI 1), bagi mereka yang masih pincang dalam bahasa inggris, sangat sulit
menerima dan memahami materi yang dosen berikan.
Ini merupakan sebuah
permasalahan yang sedang dihadapi oleh mahasiswa/mahasiswi kelas bilingual.
Dosen perlu menindak lanjuti permasalahan ini. Karena ini akan berpengaruh pada
proses belajar mereka, nilai mereka nanti ketika ujian, dan pasti akan
berpengaruh hingga jenjang kelulusan. Dan dalam pembahasan kali ini, penulis
akan merumuskan metode pembelajaran kelas bilingual yang ideal, yaitu:
1. Metode
terjemahan tatabahasa
Adalah metode
pembelajaran dengan menggunakan bahasa pengantar (bahasa untuk menjelaskan)
berupa bahasa ibu. Arti dari kata atau ungkapan dalam bahasa sasaran diterjemahkan
ke dalam bahasa ibu. Sejarah atau latar belakang timbulnya metode ini adalah
adanya kebutuhan untuk mengetahui isi sastra. Sampai pada abad ke-15 bahasa
latin hanya dipakai untuk percakapan saja. Selain itu adanya kebutuhan untuk
mengetahui tatabahasa.
Kelebihan:
- Bermanfaat
dalam penerjemahan data penelitian kesusastraan.
- Pembelajar
dapat belajar sendiri dengan menggunakan referensi dan kamus.
- Dapat
dimengerti dari awal sampai akhir karena terjemahannya bersamaan dengan
tatabahasanya.
- Efektif
digunakan pada kelas yang mempunyai banyak siswa.
Kekurangan:
- Kemampuan
berbicara dan mendengar kurang, karena hanya mementingkan penerjemahan.
- Pembelajar
tidak dapat belajar pengucapan/lafal dengan benar.
- Tidak ada
latihan komunikasi.
2. Metode Langsung
Adalah metode pembelajaran dengan langsung menggunakan bahasa sasaran.
Sejarah atau latar belakang timbulnya metode ini adalah adanya kekurangan dari
metode terjemahan tatabahasa, yaitu komunikasi dalam metode terjemahan
tatabahasa hanya satu arah.
Ciri:
- Arti kata
dan ungkapan disampaikan dengan gerakan, foto, gambar dan benda nyata.
- Guru
memberikan pemahaman dengan cara induktif (banyak contoh) tanpa dijelaskan.
- Pengajar
tidak menggunakan bahasa pengantar.
- Pembelajar
tidak menggunakan bahasa ibu.
- Tidak
mementingkan tulisan, hanya mementingkan kemampuan berbicara.
Kelebihan:
- Pembelajar
cepat terbiasa dengan bahasa sasaran.
- Pembelajar
menjadi terbiasa berpikir melalui bahasa sasaran.
- Menumbuhkan
kemampuan mendengar dan berbicara.
- Dapat
dipelajari oleh para pembelajar yang berbeda bahasa ibu.
Kekurangan:
- Penjelasan
arti berputar-putar.
- Pembelajar
sering salah persepsi karena tidak dijelaskan dengan bahasa pengantar.
- Pengajar
membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan petunjuk dan penjelasan.
- Pembelajar
tidak merasa puas karena tidak dilakukan pengajaran huruf (pada tingkat dasar).
- Beban
pengajar berat karena tidak menggunakan bahasa pengantar.
- Tidak
efektif untuk kelas yang mempunyai banyak siswa.
- Pengajar
tidak bisa banyak mengajarkan kosakata.
3. Metode Audio
Lingual
Adalah metode pembelajaran dengan cara mengingat materi yang diajarkan agar
siswa terbiasa. Caranya dengan latihan pengulangan, penggantian/penukaran, pengubahan
dan tanya jawab. Sejarah atau latar belakang timbulnya metode ini adalah pada
abad ke-20 ada kebutuhan untuk penelitian ilmiah tentang linguistik/kebahasaan.
Metode ini didasarkan pada pandangan behaviorisme yang
berpendapt bahwa pembelajaran bahasa adalah pemerolehan seperangkat kebiasaan
bahasa yang tepat. Pembelajaran mengulang-ulang pola kalimat hingga mampu
mengucapkannya secara spontan. Sekali saja siswa telah mempelajari suatu pola
tertentu, maka diharapkan siswa tersebut dapat membuat subtitusi kata-kata
untuk menciptakan kalimat-kalimat baru. Guru mengarahkan serta mengawasi
tingkah laku siswa, memberikan contoh serta memantapkan respon siswa.
Menurut Skinner tingkah laku verbal merupakan perluasan teori belajar
yang berhubungan dengan kegiatan pembiasaan yaitu situasi dimana manusia
memberikan suatu respon dalam bentuk kalimat atau ujaran tanpa perlu adanya
stimuli tertentu kemudian ujaran atau kalimat tersebut dapat dikuasai melalui
pemantapan. Hasil perbuatan itu memerlukan penghargaan
atau pujian yang diberikan tepat pada waktunya, maka tingkah laku itu akan
tetap dipertahankan bahkan dikembangkan.
Pola pengajarannya adalah sebagai berikut:
Cara latihan:
- Kosakata dan pola kalimatnya diterangkan dari yang
mudah ke yang sulit. Didahulukan hal yang sering dipergunakan.
- Kosakata yang ada dalam konteks diterangkan dengan
jelas.
- Pengajar meningkatkan kecepatan mengajarnya secara
bertahap.
- Didahulukan pembimbingan isi kalimat dan bunyi.
- Pembelajar diharapkan dapat mengucapkan lafal yang
benar sesuai yang dicontohkan guru.
- Latihan pola kalimat sangat penting dilakukan.
Kelebihan:
- Melatih
berbicara dan mendengar karena menggunakan latihan lisan berulangkali.
- Dapat
digunakan untuk jumlah murid yang banyak dengan kemampuan siswa yang
berbeda-beda.
- Dapat
digunakan untuk level dasar ataupun menengah.
Kekurangan:
- Pembelajar lebih cepat bosan
karena pola kalimatnya tidak ada hubungan dengan situasi sebenarnya.
- Walau pandai
menggunakan pola kalimat, kadang tidak pandai dalam berkomunikasi sebenarnya.
- Dari tahap awal, siswa disuruh
untuk selalu benar yang mengakibatkan siswa takut dan tidak percaya diri.
- Latihan
selalu dilakukan dengan cepat sehingga siswa tertekan.
- Pelajaran
terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dapat mengemukakan pendapatnya
sendiri.
- Tidak ada
kegiatan siswa dengan siswa.
- Siswa pasif,
hanya menjawab bila ditanya guru.
4. Pendekatan
Komunikatif
Pendekatan komunikatif bukanlah metode,
karena tidak ada tahap-tahap pengajaran, hanya ada teori.
Pendapat ahli mengenai bahasa:
* Chomsky
(1970) berpendapat bahwa bahasa berupa struktur, diperoleh sejak bayi melalui
lingkungannya yaitu orang tua tanpa mempelajarinya. Bahasa tersebut hanya
berupa pengetahuan saja.
* Hymes
(1927) berpendapat bahwa bahasa bukan hanya pengetahuan, melainkan harus
memiliki kemampuan menggunakan bahasa tersebut dalam keadaan sebenarnya.
* Canale
& Swain (1980) berpendapat bahwa menggunkan bahasa harus memiliki 4
kemampuan yaitu kemampuan struktur, sosiolinguistik, wacana, dan strategi.
* Haliday (1973) berpendapat bahwa
fungsi atau prinsip bahasa meliputi:
- Setiap bahasa dianalisa
berdasarkan analisa dan fungsinya.
- Bahasa sebagai alat komunikasi
memiliki arti tergantung pada situasi.
Misalnya:
Pada saat pelajaran “toire” berfungsi sebagai kata untuk meminta ijin,
sedangakn di depan toilet, kata “toire” berfungsi sebagai penunjuk
tempat.
- Yang disampaikan adalah situasi
dan pesan
Misalnya: “desu ne” memiliki
pesan yang berbeda-beda.
- Kesalahan dikoreksi sendiri oleh
siswa, yang penting adalah komunikasi.
- Menulis dan membaca juga penting
dalam komunikasi.
Kegiatan kognitif pembelajar tidak hanya sebatas
latihan, tetapi menggunakan bahasa dalam situasi sebenarnya dan melibatkan
komunikasi dua arah.
Tujuan
pendekatan komunikatif:
- Tujuan
pengajar : menumbuhkan kemampuan
penggunaan bahasa yang pernah dipelajarinya.
- Tujuan pembelajar : memperoleh kemampuan penggunaan bahasa pada
konteks dan situasi sebenarnya.
Ciri
pendekatan komunikatif:
- Lebih fokus ke penggunaan
bahasanya yang dipengaruhi oleh sosiolinguistik (penggunaan bahasa yang
dihubungkan dengan lingkungan sosial).
- Siswa tidak belajar tatabahasa,
tetapi belajar penggunaan bahasanya agar dapat diterapkan dalam komunikasi.
- Pendidikan berpusat pada
pembelajar (guru sebagai motivator).
- Mengutamakan kegiatan latihan
yang membiarkan pembelajar berpikir kreatif.
- Isi dari pembelajaran sedapat
mungkin mendekati silabus topik dan silabus fungsi.
- Yang disampaikan adalah arti
pesan.
- Fungsi pendekatan komunikatif
adalah memahami hal yang ingin disampaikan oleh lawan bicara dan menyampaikan
kepada lawan bicara apa yang ingin disampaikannya sendiri.
Model pengajaran dengan metode
komunikatif:
- Konteksnya nyata dan digunakan
dalam komunikasi yang sebenarnya.
- Tugasnya mengandung arti dan
makna.
- Tugas kegiatan di kelas berupa
information gap task, roleplay, wawancara, dll.
- Penjelasannya bisa dari hal yang
sempit ke luas atau sebaliknya.
- Pengoreksian tidak dilakukan saat
kegiatan, karena komunikasinya sesuai keinginan pembicara dan lawan bicara.
- Kesalahan siswa saat berlatih
diabaikan, dan diperbaiki saat kegiatan selesai.
- Tidak dijelaskan struktur
tatabahasa pola kalimatnya, tetapi dijelaskan penggunaan pola kalimatnya.
Kegiatan dengan pendekatan komunikatif mempunyai 3 syarat yaitu:
1. Information gap
Pembicara dan lawan bicara memiliki informasi yang berbeda. Pembicara
mempunyai informasi yang tidak dimiliki lawan bicara. Begitu pula sebaliknya,
lawan bicara memiliki informasi yang tidak dimiliki pembicara.
2. Jawaban bebas
Ketika berkomunikasi, lawan bicara yang ditanya memiliki pilihan jawaban
dan dapat dijawab dengan bebas. Jawaban diputuskan sendiri oleh penjawab, cara
menyampaikannya dan lamanya waktu menjawab juga diputuskan sendiri.
3. Feedback (umpan balik)
Adanya komunikasi dua arah, yaitu adanya respon. Respon didapat pembicara
dari lawan bicara. Respon bisa berupa verbal (ucapan) atau non verbal (gerakan
dan ekspresi). Jadi apabila lawan bicara tidak menjawab apapun tetapi
memberikan respon dengan ekspresi berarti kita telah mendapatkan feedback.
Kelebihan:
- Karena
tatabahasa tidak dijelaskan, siswa hanya belajar untuk bisa menggunakannya
dalam kehidupan sehari-hari.
- Siswa bisa meningkatkan keinginan
untuk dapat mengetahui arti penggunaannya.
- Siswa bisa
melakukan kegiatan bahasa di kelas dengan ungkapan yang disesuaikan dengan
situasi dan konteksnya.
Kekurangan:
- Siswa tidak mengerti aturan
tatabahasanya, karena hanya fokus ke penggunaannya.
- Siswa sulit untuk menyampaikan secara bentuk dan tahapan-tahapan
tatabahasanya.
- Tidak efektif untuk siswa tingkat
dasar karena disesuaikan dengan situasi sebenarnya.
Dari seluruh
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi pada
mahasiswa/mahasiswi STAIN Purwokerto, khususnya bagi mereka yang memasuki kelas
bilingual, para dosen dapat di menindak lanjuti permasalahan tersebut dengan
menggunakan tiga metode, yaitu: metode penerjemahan tatabahasa, metode
langsung, metode audio lingual. Dan juga dengan menggunakan pendekatan
komunikatif.
Nama : Wahyu Nisawati Mafrukha
NIM :
1123301201
0 komentar:
Posting Komentar