Tentang Mereka

Senin, 08 Desember 2014
Thailand, 7 Desember 2014

Alhamdulillah.. bisa menulis lagi, bisa berbagi cerita lagi lewat tulisan kecil ini. Sekarang sedang musim hujan di sini. Bagaimana dengan Indonesia? Rasanya sudah cukup rindu dengan Indonesia. Bagaimanapun juga, tempat yang paling nyaman adalah tempat tinggal sendiri. Sekalipun di sini nyaman, tapi tetap Indonesia yang paling nyaman sampai hati. Miss you, my Indoensia.. ^_^
Pattani, Thailand adalah wilayah yang mayoritas masyarakat di dalamnya beragama islam, mungkin jika dipresentasekan sekitar 99%  masyarakat di sini muslim. Kawan-kawanku di Indonesia banyak yang menanyakan "bagaimana keadaan islam di Pattani, Thailand?", jawabannya islam di sini sangat sunni. Menurutku rata-rata orang di sini pemahaman tentang islamnya sangat fundamental. Bagaimana tidak, coba simak di bawah.

Satu cerita, ketika kawanku sesama pengajar di sini menonton salah satu film Indonesia, dia melihat perempuan di film itu tak mengenakan jilbab, dia bertanya padaku, "itu yang perempuan orang islam kah?", aku jawab "iya kak", dia langsung heran, "kok orang islam nggak pakai jilbab?", aku jawab, "perempuan di Indonesia nggak pakai jilbab udah hal biasa kak, banyak yang pakai jilbab, banyak pula yang tak pakai", dia hanya pasang muka keheranan. Jadi, orang di sini (khususnya kawan-kawan sesama pengajar), mereka sangat heran jika melihat perempuan muslim tak mengenakan jilbab, yang mereka tahu yang namanya orang islam (khususnya perempuan) jika dirinya muslim, ya umumnya mengenakan jilbab atau kerudung. Ya, memang betul juga sih, jilbab memang menjadi identitas perempuan muslim, jadi ketika perempuan muslim tak memakai jilbab ya sama saja islamnya di pertanyakan, atau orang Indonesia bilang "islam KTP". Awalnya aku berfikir, sikap keheranan mereka itu adalah cibiran, tapi setelah aku amati dan aku rasakan, mereka bukan mencibir, tapi mereka memang benar-benar heran dan merasa tabu melihat perempuan muslim tak mengenakan jilbab, karena yang ku amati perempuan di Pattani ini hampir semuanya memakai jilbab, walaupun tidak semua jilbab orang sini berukuran maxi, ada pula yang mini seperti milikku. Hehehe..

Lain cerita, suatu hari aku bersama kawan-kawan sesama pengajar pergi ke mini market, semacam Alfa Mart, tapi namanya Seven Eleven. Nah, saat itu aku mau membeli sebuah roti isi coklat, salah seorang kawanku melarangku membeli roti itu, kenapa? Karena di bungkus roti itu tidak tertera tulisan "halal". Fiuh... it's oke.

Lalu, seperti yang sudah pernah ku tulis pada tulisan sebelumnya bahwa orang-orang di sini sangat senang jika mendengar orang menyanyi. Ya, suatu ketika aku pernah bercengkrama dengan kawan-kawan di sini seputar nyanyian. Di sela-sela percengkramaan, aku menanyakan, "di sini ada alat musik semacam gitar, organ, atau apa gitu?", mereka menjawab "tak ada, musik haram, Nisa". Sekalipun musiknya bukan musik rock, semacam musik melodi yang pelan, mendayu-ndayu pun tak boleh, mereka tetap bilang haram. Tapi kalau rebana, boleh. Mereka bilang, musik mengundang kemaksiatan. Lalu jika ada pementasan menyanyi atau Nasyid, bagaimana? mereka bilang hanya bernyanyi saja tanpa musik. What??? Hampa banget nggak sih guys..? iya kan? Ya, itulah kultur di sini. Ketahuilah. Hehe.. NO MUSIC NO CRY. Heu..heu... T_T

Pernah di suatu pagi, siswa-siswi berbaris di lapangan depan gedung sekolah, ini merupakan kegiatan rutin. Aku dan kawanku seperti biasa, kita memberikan kosakata bahasa Indonesia & inggris yang baru setiap paginya. Nah, pagi itu aku memang sengaja memakai parfum yang aku beli di Pattani. Begitu aku masuk ke barisan laki-laki, mereka spontan langsung menutup hidung mereka, beberapa di antara mereka mengatakan "ihh.. bau apa nih? pusing, pusing. ihh..", aku langsung mati gaya, kenapa ini? perasaan di Indonesia, orang memakai parfum sudah hal biasa, mengapa mereka bereaksi seperti itu? aduh..

Ternyata, orang-orang di sini di larang memakai parfum, khususnya untuk kaum perempuan, haram hukumnya memakai parfum, sedangkan lelaki sunat. Ya, baiklah, aku memahaminya. Sekarang aku tetap memakai parfum sebelum mengajar, tapi dengan takaran yang jauh lebih sedikit dari biasanya. 

Lalu, suatu ketika aku pernah menanyakan kepada kawanku di sini, dia pengajar sekaligus menjadi penjaga kedai, aku bertanya seperti ini, "kak, besok jual Milo ya, biar tiap hari aku bisa minum Milo...", aku fikir dia akan jawab Ya atau Oke, tapi malah jawabannya seperti ini, "Milo itu haram, produk Yahudi". Waaaaawww! Aku terkejut mendengar itu. Sungguh radikal. Jujur, aku sosok yang pluralis, begitu mendengar hal semacam itu, ingin rasanya aku berteriak "Mengapa harus begitu.......? Mengapa? Mengapa? Mengapa??? Bukankah handphone yang aku dan yang kalian pakai juga merupakan buatan orang-orang Yahudi? Tabletmu? Laptopmu? dan barang-barangmu yang lain yang mungkin belum pernah aku melihatnya? Apakah jika kamu ada di jalan, lalu melihat orang terjatuh di depanmu, lalu sebelum kamu menolongnya, kamu akan lebih dulu menanyakan –Agamamu islam bukan?- begitukah???". Ahh.. tapi aku malas berdebat dengan kawanku di sini. Satu hal yang harus ku fahami dan ku garis bawahi bahwa aku harus lebih bisa mengamalkan sikap toleran dan saling menghargai di sini. Aku harus selalu ingat bahwa ini bukan Indonesia. Mungkin seperti itulah islam mereka, dan seperti inilah islamku. Mengertilah..

Ku akui islam di sini luar biasa. Tuhan tidak pernah kehabisan cara dalam menuntunku memahami sikap toleran dan saling menghargai, sehingga Dia melemparku ke negeri ini. Kali ini pemahaman tentang sikap toleran dan saling menghargai tak lagi sebatas teori yang hanya keluar di bibir, cos cos cossss.. tapi sedang ku jalani lewat realita. Aku mencoba belajar dari sikap keradikalan mereka, aku mengambil nilai positifnya, mengambil hikmahnya, selagi semua itu baik, maka aku mengikutinya, ya.. sekedar menghargai kultur yang ada, tapi aku tetap memegang prinsipku, dan aku punya batasan-batasan. Mungkin seperti inilah hidup. Ini belum seberapa, aku masih berada di antara orang-orang yang seiman denganku. Bagaimana jika sekarang aku berada di luar Indonesia, dan di sekelilingku orang-orang non-muslim? Mungkin seperti di Australia, Singapura, Eropa, Korea, atau Amerika. Akankah ceritanya jauh lebih dramatis? Entahlah.. 

0 komentar:

Posting Komentar