Memetik Filosofi Kehidupan di Balik Cerita "My Travelling to Trang Thailand"

Minggu, 15 Maret 2015


Thailand, 14 Maret 2015

Segala puji hanya bagi-Mu Tuhan Sang Pemilik jagad semesta ini, yang masih bersedia memberikan nafas hingga detik ini, sehingga saya masih bisa melanjutkan catatan kecil ini. 

Alhamdulillah, dua hari yang lalu, tanggal 12-13 Maret 2015 saya bersama segenap keluarga besar Vityasil School telah melangsungkan rihlah ke Trang Thailand. Ini merupakan program tahunan yang biasanya dilaksanakan pihak sekolah setelah ujian akhir sekolah. Jadi bisa dikatakan program ini diadakan sekedar untuk me-refresh  tubuh, hati, jiwa, dan fikiran siswa-siswi setelah di pusingkan oleh ujian akhir sekolah. Tidak hanya untuk siswa-siswinya saja, tetapi juga untuk guru-gurunya, termasuk saya selaku guru latih dari Indonesia.

Namun, ini bukan acara refreshing yang ke-pertama kalinya untuk saya, selama di sini saya sudah diajak berkeliling ke beberapa tempat terkenal di Thailand, diantaranya ; ke Taman Bunga di Betong.


 Taman Bunga Betong
Lalu, ke Hatyai –kotanya orang berduit. Tapi bukan berarti saya jalan-jalan ke sana karena saya berduit, bukan. Saya ke Hatyai tidak membawa duit, tapi orang-orang berduit di sekeliling saya lah yang bersedia membawa saya jalan-jalan ke sana. Terimakasih kak Tuan Risa, bang Ahmar dan kak Ruwaida, mereka adalah kawan-kawan sesama pengajar di Vityasil School yang sudah mengajak saya dan kawan saya keliling kota Hatyai. Sangat menyenangkan.






Central Festival Hall Hatyai

Lalu, ke Phuket. Siapa yang tidak mengenal Phuket? Saya rasa hampir semua orang di dunia mengenalnya. Ya, Phuket adalah nama sebuah kota di Thailand yang terkenal dengan keindahan pantainya. Kalau saya boleh membandingkan dengan Indonesia, kota Phuket itu seperti kota Bali, yang banyak dikunjungi oleh turis-turis atau orang-orang bule. Tapi, sekilas saya rasakan euforia suasana malam di jalanan menuju pantai Phuket juga hampir sama seperti di jalanan menuju Batu Night Spectaculer Malang, karena saya pernah rihlah ke Malang, jadi saya bisa merasakan suasananya. Sesampainya di Phuket, saya bersama rombongan langsung menuju ke sebuah tempat tenggelamnya matahari yang paling terkenal di Phuket. Ramai sekali di sana. Banyak orang berbondong-bondong menuju ke sana demi menyaksikan matahari tenggelam/terbenam. Nah, kalian tahu, sesampainya di sana, tepatnya di sebuah bukit di atas pantai, saya langsung teringat dengan sebuah pantai di Kebumen, namanya pantai "Menganti". Dimana pantai Menganti juga berada di sekitar bukit-bukit, sekilas air lautnya seperti berada di atas bukit. Begitu juga dengan pantai Phuket yang saya kunjungi, hampir sama seperti panorama pantai Menganti. Hehe..

 Tempat tenggelamnya matahari di Phuket
Di Phuket terdapat banyak pantai, ada pantai Phuket, pantai Patong. Nah Patong ini juga sempat saya kunjungi. Kebetulan hotel yang saya dan rombongan gunakan untuk bermalam juga lokasinya berada di depan pantai Patong. Menyenangkan sekali suasananya. Jadi, di depan hotel kami ada jalan raya, lalu di tepi jalan raya ada pantai Patong –pantai yang berada di tengah kota.

 Bamboo Beach Hotel


 Pantai Patong
Lalu ada pantai Krabi. Di sini sangat luar biasa sekali pantainya. Benar-benar biru! Benar-benar jernih! Bukan rekayasa, bukan editan. Subhanallah.. saya bersama rombongan menghabiskan waktu di pantai ini dengan menaiki kapal, sembari menikmati panorama yang indah sekali; lautan biru yang dikelilingi banyak bukit yang menjulang tinggi dan bebatuan karang, lalu kami berenang dengan mengenakan pelampung, kemudian menyelam mengintip indahnya dunia di dasar lautan, menyenangkan sekali.




Pantai Krabi

Lalu yang baru kemarin saya lalui adalah pergi ke Pantai Trang. Ini juga tidak kalah luar biasanya dengan Krabi. Sebetulnya tingkat kejernihan airnya lebih jernih di Krabi, tapi lebih mengasyikkan di Trang. Mengapa? Jawabannya, karena saat ke Trang kuantitas rombongan yang pergi rihlah jauh lebih banyak dari sebelumnya. Jika sebelumnya saya hanya jalan-jalan dengan sebagian guru-guru saja, tapi kemarin di Trang, saya jalan-jalan bersama seluruh siswa/i dan sebagian guru Vityasil School . Alhamdulillah pihak sekolah bisa menyewa dua bus besar (kalau di Indonesia di sebut Bus Patas (Cepat Terbatas)) untuk menampung 100 penumpang lebih. Tahukah, bus di sini bagus, ada dua tingkat. Di Indonesia, saya belum pernah menaiki bus bertingkat seperti di sini, jadi Alhamdulillah ini my first experience menaiki bus bertingkat, apalagi saya dan beberapa guru yang lain di tempatkan di seat yang VIP, dengan sofa yang "empuk" juga ruangannya ber-AC. Sepanjang perjalanan selama 5 jam, saya hanya tidur saja, saking nyamannya di ruangan itu. Sungguh luar biasa orang-orang di sini. Mereka sangat baik. 

Sesampainya di pantai Trang, sekitar pukul 08.00, saya bersama rombongan langsung sarapan di tepi pantai, sebelum pada akhirnya kami melanjutkan perjalanan air dengan kapal Feri. Pihak sekolah menyewa dua kapal Feri, satu kapal untuk menampung rombongan siswi dan guru-guru perempuan, satu kapal lagi untuk menampung rombongan siswa dan guru-guru laki-laki.
Ada sebuah kejadian kecil yang terjadi ketika kami berada di atas kapal. Saat kapal kami sedang melaju ke tengah lautan, kapal yang dinaiki kami rombongan perempuan, tidak bisa melaju selama kurang lebih lima menit, disebabkan oleh jarak antara kapal dan pasir begitu dekat. Kami sempat sedikit khawatir, tetapi untungnya sang nahkoda bersama bawahan-bawahannya sangat atraktif dalam mengatasi resiko yang akan terjadi. Bagaimanakah mereka mengatasinya? Jawabannya, dengan meminta pertolongan kepada kapal yang dinaiki rombongan laki-laki. Jadi, kapal kami dihubungkan dengan kapal rombongan laki-laki dengan sebuah tali tambang yang kuat, ketika kapal rombongan laki-laki melaju, maka kapal kami pun turut melaju karena tertarik oleh kapal rombongan laki-laki. Alhamdulillah dengan usaha keras sang nahkoda dan bawahan-bawahannya, kapal kami pun bisa melaju dengan normal kembali di atas permukaan air laut.

 Saat kapal kami tertolong oleh kapal yang lain

Nah, ada hikmah kehidupan yang saya petik dari kejadian kecil tadi. Lautan yang luas adalah simbol kehidupan manusia. Saat kita melihat lautan, pasti pandangan kita tidak lepas dari adanya debur ombak. Begitulah kehidupan. Hidup kita tidak selamanya berada dalam zona nyaman dan aman. Dalam hidup, pasti kita akan menemui ombak kehidupan atau masalah. Kejadian tadi, dimana kapal yang dinaiki saya dan rombongan perempuan lainnya tidak bisa melaju selama lima menit karena tersendat oleh pasir, lalu di tolong oleh kapal yang dinaiki oleh rombongan laki-laki, sampai pada akhirnya bisa melaju normal kembali, itu menyadarkan saya akan sebuah filosofi kehidupan. Dimana kita hidup, pasti membutuhkan yang lainnya, tidak mungkin kita bisa hidup sendiri tanpa membutuhkan lainnya. Apalagi saat kita berada dalam masalah, dengan meminta bantuan orang lain di sekiling kita, itu akan sedikit mengurangi beban masalah yang ada.

Kemudian, kami sampai di sebuah tempat penyelaman. Di sana semua rombongan harus turun dari kapal dan mengenakan pelampung. Kami semua harus berenang dengan di dampingi seorang guider, kami diajak berenang dan memasuki sebuah gua yang terletak di tengah permukaan air laut. Di dalam sana sangat gelap dan ramai orang datang dari negara mana saja. Saat berenang memasuki gua, kami diminta untuk memegang bahu kawan di depan kami, tidak boleh lepas, karena jika ada yang melepaskan pegangan dari bahu kawannya, maka bisa terlepas dari rombongan, itu berbahaya, apalagi bagi yang tidak bisa berenang. Guider juga menghimbau kepada kami agar barisan rombogan kami untuk tetap berada pada tali tambang warna putih yang sudah disediakan. (Tali tersebut bertujuan untuk membedakan barisan rombongan yang satu dengan yang lain)

Nah, ada hikmah kehidupan yang saya petik dari pengalaman itu, dimana dalam hidup kita punya jalan masing-masing, maka berjalanlah di atas jalan kita, tanpa harus mencampuri kehidupan orang lain atau kita akan kehilangan jati diri kita yang sebenarnya. Itu membahayakan.

Lalu saat guider meminta kami untuk saling memegang bahu kawan di depan, itu artinya dalam hidup kita harus saling bahu membahu, jangan pernah lepas. Kita harus respect each other. Dalam hidup, kita harus mengenal tolong menolong dengan sesama, dengan begitu saat akan mendapati bahaya hidup, maka kemungkinan resiko yang terjadi akan sedikit terminimalisir.

Gua Tamarkot di Pantai Trang

Ada beberapa dari kami yang takut berenang, bahkan adanya pelampung yang sudah cukup membantu, masih saja membuat beberapa di antar kami yang takut berenang. Saya membujuk beberapa dari siswi yang enggan berenang, "Hei, ayo turun...! buat apa kalian jauh-jauh datang kemari jika hanya duduk di atas kapal dan tidak merasakan asyiknya berada di atas air? Percuma lho...", kemudian beberapa dari mereka mencoba turun ke permukaan air dengan ekspresi ketakutan. Saya membujuk untuk tetap merasa tenang sekalipun takut. Karena saya pernah merasa ketakutan seperti itu pada awalnya, jadi saya mengerti bagaimana rasanya. Lalu saya raih tangan salah satu siswi saya, namanya Anisan. Umurnya 14 tahun. Dia mencoba mengalahkan rasa takutnya berada di atas air, tapi saya memintanya untuk tetap tenang dan tenang. Karena ketenangan akan menghindarkan kita dari bahaya yang akan terjadi. Ketika sudah tenang dan rileks, saya mengajak dia berenang ke tempat yang sedikit jauh dari kapal, dengan cara terus menggerak-gerakkan kaki dan tangannya di dalam air. Wal hasil.. dia sangat menikmati kenikmatan berada di atas permukaan air laut yang biru. Bahkan tanpa memegang tangan saya pun dia berani bersenang-senang sendiri di atas air. 

Pengalaman Anisan dalam melawan rasa takutnya berenang di atas air, itu mengajarkan kita bahwa rasa takut itu memang manusiawi. Tapi kita bisa me-manage rasa takut itu supaya menuju ke arah yang lebih positif. Caranya? Yang pertama, tetap tenang walaupun sebetulnya kita khawatir. Ingat ketenangan itu penting saat kita berada pada posisi yang membahayakan. Jika kedaan sudah membahayakan, kok malah kita gusar dan gaduh, maka bahaya akan datang juga akhirnya. Kedua, yakin. Yakin bahwa kita bisa. Kita bisa jika kita mau mencobanya. "We can, if we try, we can!". Ketiga, tetaplah mengingat Tuhan kita. Hidup kita ini milik-Nya. Nafas ini milik-Nya. So, serahkan saja apa yang akan terjadi nanti pada-Nya.

 Anisan, 14 tahun (baju merah muda)

Selanjutnya, saat saya berenang di dalam gua, saya bertemu rombongan manusia dari berbagai kalangan suku, ras, agama, budaya. Saya bertemu orang-orang bule yang wanitanya hanya memakai bikini, dan yang laki-laki hanya memakai celana kolor warna hitam, mereka tinggi-tinggi, besar-besar, pokoknya seksi-seksi sekali. Saya tersenyum kepada salah seorang lelaki di antara mereka, dia pun membalas senyum saya. Saya tanya "where are you come from...?" dia menjawab "I from Maroko...! so you...?" ekspresif sekali cara menjawabnya, saya pun menjawab "I from Indonesia mister...!", dia membalas lagi "Oh Indonesia... good.. good..!!!". Entah apa maksud kata "good" yang dikatakannya. Lalu, beberapa dari mereka berteriak "assalamu'alaikum...!" karena melihat kami semua mengenakan kerudung. Kami pun menjawab "wa'alaikumsalam...!".

Indahnya hidup ini, jika saling menyapa satu sama lain. Bagi saya, perbedaan agama, suku, ras, budaya, bahasa, warna, bendera, dan apapun itu, bukanlah hal yang dijadikan sekat-sekat dalam bersosial. Oke, kita memang berkerudung, dan mereka telanjang. Bagi saya tidak masalah kita saling menyapa, bahkan saat mereka mengucapkan salam kepada kita, kita pun tidak masalah jika menjawabnya. Bersosial wajib untuk siapa saja dan dengan siapa saja yang menginginkan perdamaian dunia, bukan perselisihan.

Melihat bebatuan karang yang kekar dan kokoh, lagi-lagi membuat saya ingin memetik sebuah filosofi kehidupan. Kalian pernah melihat bebatuan karang yang berada di tepi-tepi lautan? Walaupun sudah ribuan kali ombak menerjangnya, tapi ia tetap berdiri tegar dan kuat. Itulah yang seharusnya kita tiru. Meskipun ombak kehidupan terus memburu dan menghantam kita, kita harus tetap tegar dan kuat menghadapinya, dengan cara apa? dengan doa dan usaha yang terus berjalan bersisian saling bersinergi. Jangan pernah menyerah menghadapi kehidupan yang kejam. Jika menyerah, tidakkah kita malu pada bebatuan karang yang bertahun-tahun tetap berdiri tegar walau ribuan kali di terjang ombak??? Ingat, ada Tuhan sang pengendali kehidupan ini!




 Pantai Trang Thailand

Saya teringat sekali saat menyelam bersama rombongan, kami melihat keindahan di dasar lautan. Subhanalloh.. indah sekali. Tiada zat yang saya fikirkan dalam-dalam selain zat Sang Maha Pencipta jagad semesta ini. Dia Maha Kreatif, Maha Artistik, sehingga bisa menciptakan kehidupan di dasar lautan dengan sebegitu mempesonanya. Ada pasir yang begitu putih, air yang begitu jernih, rumput laut, bebatuan karang, ikan-ikan yang beraneka jenis dan ragam, dan makhluk-makhluk lainnya yang tampak tetapi saya tidak mengenal namanya. God, You Are Very Amazing...! 



Tidak perlu kita memikirkan Tuhan kita seperti apa, cukup menyaksikan kemegahan ciptaan-ciptaannya, itu sudah cukup membuktikan bagaimana Tuhan kita. 

Saya yakin masih banyak lagi filosofi kehidupan yang dapat kita petik dari semua yang kita saksikan, dari semua yang kita amati, dari semua yang kita rasakan dalam jagad semesta ini. Belajar tidak harus berlangsung di dalam ruangan saja (indoor), seperti di sekolah, di kampus, di auditorium, di laboratorium, dan lain-lainnya. Tetapi kita juga bisa belajar dimana saja dan kapan saja (outdoor), termasuk melalui alam semesta ini. Selama lima bulan di Thailand, saya memang memiliki banyak waktu untuk travelling, tetapi saya mencoba untuk tidak hanya memetik nilai hiburannya saja, sedikit demi sedkit saya mencoba memetik nilai-nilai kehidupan yang terselip dalam segala sesuatu yang saya lihat dan saya rasakan sendiri. Karena, Tuhan tidak pernah menciptakan sesuatu yang sia-sia. Mulai dari sesuatu yang kelihatannya kecil dan sepele, hingga yang besar dan megah, semua ada hikmahnya, selalu ada pesan di dalamnya. Percayalah.

0 komentar:

Posting Komentar